A. Pengertian
Manajemen Perubahan
Manajemen
perubahan adalah suatu proses secara sistematis dalam menerapkan pengetahuan,
sarana, dan sumber daya yang diperlukan untuk mempengaruhi perubahan pada orang
yang akan terkena dampak dari proses tersebut (Potts dan LaMarsh, 2004:16).
B. Pentingnya
Manajemen Perubahan
Perubahan
merupakan suatu fenomena yang pernah terjadi dalam kehidupan organisasi,
meskipun banyak yang berpendapat bahwa kecepatan dan besaran perubahan telah
meningkat secara signifikan beberapa tahun belakangan ini. Oleh karena itu,
kita melihat bahwa dalam waktu yang relatif pendek, kebanyakan orgaisasi dan
pekerjanya telah menglamai perubahan secara subtansial tentang apa yang mereka
lakukan dan bagaimana mereka melakukannya (Burnes, 200:250)
C. Tujuan dan Manfaat
Perubahan mempunyai manfaat bagi kelangsungan hidup suatu organisasi, tanpa adanya perubahan maka dapat dipastikan bahwa usia organisasi tidak akan bertahan lama. Perubahan bertujuan agar organisasi tidak menjadi statis melainkan tetap dinamis dalam menghadapi perkembangan jaman, kemajuan teknologi dan dibidang pelayanan kesehatan adalah peningkatan kesadaran pasien akan pelayanan yang berkualitas
Perubahan mempunyai manfaat bagi kelangsungan hidup suatu organisasi, tanpa adanya perubahan maka dapat dipastikan bahwa usia organisasi tidak akan bertahan lama. Perubahan bertujuan agar organisasi tidak menjadi statis melainkan tetap dinamis dalam menghadapi perkembangan jaman, kemajuan teknologi dan dibidang pelayanan kesehatan adalah peningkatan kesadaran pasien akan pelayanan yang berkualitas
D. Teori-teori yang mendasari Change Management
Teori-teori yang mendasari Change Management adalah
teori-teori yang berspesialisasi pada isu-isu kualitas organisasi dan
mengangkat perubahan sebagai sebagai bagian dari teori mereka, teori tersebut
adalah sebagai berikut:
a) W. Edwards Deming, Ph.D (1900-1993) mengemukakan bahwa kualitas bukanlah sesuatu yang perlu
didifinisikan dalam pengertian kongkrit dan kualitas hanya dapat didifinisikan
oleh pelanggan serta mengusulkan agar para manajer secara agresif menciptakan
dan memimpin perubahan-perubahan sercara alamiah.
b) Joseph Juran
(1979) mengemukakan bahwa
peralihan keseimbangan di antara upaya dan waktu yang difokuskan untuk
mengembangkan ciri-ciri khusus sebuah produk versus
upaya untuk menghilangkan seluruh kekurangan dari sebuah produk. Permulaan
perubahan yang alamiah yang merupakan sebuah elemen tak terpisahkan dari
manajemen kualitas total.
c) Philip B.
Crosby (Quality is free, 1979, Quality without Tears, 1984 dan Leading, 1999) mengemukakan kualitas sebagai sebuah keselarasan
terhadap persyaratan dan kualitas bisa ada atau tidak, tiada
tingkatan-tingkatan langsungnya. Para manajer harus mengukur kualitas dengan
secara rutin menghitung biaya akibat terciptanya kesalahan-kesalahan. Ia
menekankan penghapusan perubahan-perubahan yang merusak lewat pencegahan
kesalahan-kesalahan yang membawa pada perubahan-perubahan tersebut.
d) Kurt Lewin (1890-1947) yang merupakan psikolog yang mempelajari perilaku
kelompok-kelompok sosial dan terkenal sebagai Pendiri psikologi Sosial Modern.
Lewin berpendapat bahwa seluruh data atau informasi di dunia tidaklah
bermanfaat kecuali diterjemahkan menjadi tindakan yang tepat, yang merupakan
apa yang perlu dilakukan para manajer perubahan. Ia mengembangkan analisis
medan gaya sebagai sebuah alat bagi perubahan lewat pencegahan yang digunakan
untuk menentukan kekuatan-kekuatan mana yang mendorong atau menahan sebuah
perubahan tertentu.
e) Robert
Blake, Ph.D dan Jene Mouton,
telah menciptakan sebuah model untuk menggambarkan gaya-gaya kepemimpinan lewat
pembuatan grafik watak-watak manajerial pada sebuah
kisi. Kisi manajerial Blake and Mouton menunjukkan kepada para Manajer
perubahan jenis-jenis pemimpin apa sebenarnya mereka, sebagai kebalikan dari
jenis-jenis pemimpin yang mereka sangkakan atas diri mereka.
E. Tahap-tahap manajemen perubahan ada empat, yaitu:
Tahap 1, yang merupakan tahap identifikasi
perubahan, diharapkan seseorang dapat mengenal perubahan
apa yang akan dilakukan /terjadi. Dalam tahap ini seseorang atau kelompok
dapat mengenal kebutuhan perubahan dan mengidentifikasi tipe perubahan.
Tahap 2, adalah tahap perencanaan perubahan. Pada tahap ini harus dianalisis
mengenai diagnostik situasional tehnik, pemilihan strategi umum, dan pemilihan.
Dalam proses ini perlu dipertimbangkan adanya factor pendukung sehingga
perubahan dapat terjadi dengan baik.
Tahap 3, merupakan tahap implementasi perubahan dimana
terjadi proses pencairan, perubahan dan pembekuan yang diharapkan. Apabila
suatu perubahan sedang terjadi kemungkinan timbul masalah. Untuk itu perlu
dilakukan monitoring perubahan.
Tahap 4, adalah tahap evaluasi dan umpan balik. Untuk
melakukan evaluaasi diperlukan data, oleh karena itu dalam tahap ini dilakukan
pengumpulan data dan evaluasi data tersebut. Hasil evaluasi ini dapat di
umpan balik kepada tahap 1 sehingga memberi dampak pada perubahan yang
diinginkan berikutnya.
Suatu
perubahan melibatkan perasaan, aksi, perilaku, sikap, nilai-nilai dari orang
yang terlibat dan tipe gaya manajemen yang dibutuhkan. Jika perubahan
melibatkan sebagian besar terhadap perilaku dan sikap mereka, maka akan lebih
sulit untuk merubahnya dan membutuhkan waktu yang lama. Jika pimpinan manajemen
perubahan mengetahui emosi normal yang dicapai, ini akan lebih mudah untuk memahami
dan menghandel emosi secara benar.
Tantangan dari perubahan adalah akan banyak masalah yang bisa terjadi ketika
perubahan akan dilakukan. Masalah yang paling sering dan menonjol adalah
“penolakan atas perubahan itu sendiri”. Istilah yang sangat populer dalam
manajemen adalah resistensi perubahan (resistance to change).
Penolakan atas perubahan tidak selalu negatif karena justru karena adanya
penolakan tersebut maka perubahan tidak bisa dilakukan secara sembarangan.
Penolakan atas
perubahan tidak selalu muncul dipermukaan dalam bentuk yang standar. Penolakan
bisa jelas kelihatan (eksplisit) dan segera, misalnya mengajukan protes,
mengancam mogok, demonstrasi, dan sejenisnya; atau bisa juga tersirat
(implisit), dan lambat laun, misalnya loyalitas pada organisasi berkurang,
motivasi kerja menurun, kesalahan kerja meningkat, tingkat absensi meningkat,
dan lain sebagainya.
Sumber
penolakan atas perubahan dapat dikategorikan, yaitu penolakan yang dilakukan
oleh individual (Karena
persoalan kepribadian, persepsi, dan kebutuhan, maka individu punya potensi
sebagai sumber penolakan atas perubahan) dan yang dilakukan oleh kelompok atau organisasional.
F. Ada enam taktik yang bisa dipakai untuk mengatasi resistensi perubahan
Dalam Mengatasi Penolakan Atas Perubahan, Coch dan French Jr. mengusulkan ada enam taktik yang bisa dipakai untuk mengatasi resistensi perubahan yaitu sebagai berikut:
1) Pendidikan
dan Komunikasi. Berikan
penjelasan secara tuntas tentang latar belakang, tujuan, akibat, dari
diadakannya perubahan kepada semua pihak. Komunikasikan dalam berbagai macam
bentuk. Ceramah, diskusi, laporan, presentasi, dan bentuk-bentuk lainnya.
2) Partisipasi. Ajak serta semua pihak untuk mengambil keputusan.
Pimpinan hanya bertindak sebagai fasilitator dan motivator. Biarkan anggota
organisasi yang mengambil keputusan
3) Memberikan
kemudahan dan dukungan.
Jika pegawai takut atau cemas, lakukan konsultasi atau bahkan terapi. Beri
pelatihan-pelatihan. Memang memakan waktu, namun akan mengurangi tingkat
penolakan.
4) Negosiasi. Cara lain yang juga bisa dilakukan adalah melakukan
negosiasi dengan pihak-pihak yang menentang perubahan. Cara ini bisa dilakukan
jika yang menentang mempunyai kekuatan yang tidak kecil. Misalnya dengan
serikat pekerja. Tawarkan alternatif yang bisa memenuhi keinginan mereka
5) Manipulasi
dan Kooptasi. Manipulasi adalah
menutupi kondisi yang sesungguhnya. Misalnya memlintir (twisting) fakta agar
tampak lebih menarik, tidak mengutarakan hal yang negatif, sebarkan rumor, dan
lain sebagainya. Kooptasi dilakukan dengan cara memberikan kedudukan penting
kepada pimpinan penentang perubahan dalam mengambil keputusan.
6) Paksaan. Taktik terakhir adalah paksaan. Berikan ancaman dan
jatuhkan hukuman bagi siapapun yang menentang dilakukannya perubahan.
G. Pendekatan dalam manajemen perubahan organisasi
Pendekatan dalam manajemen perubahan
organisasi dengan pendekatan klasik yang dikemukaan oleh kurt lewin mencakup
tiga langkah. pertama: unfreezing the status quo, lalu movement to
the new state, dan ketiga refreezing the new change to make it
pemanent Selama proses perubahan terjadi terdapat kekuatan-kekuatan
yang mendukung dan yang menolak .
Melalui strategi yang dikemukakan oleh Kurt Lewin, kekuatan pendukung akan semakin banyak dan kekuatan penolak akan semakin sedikit.
a)
Unfreezing : Upaya-upaya untuk
mengatasi tekanan-tekanan dari kelompok penentang dan pendukung perubahan.
Status quo dicairkan, biasanya kondisi yang sekarang berlangsung (status quo)
diguncang sehingga orang merasa kurang nyaman.
b)
Movement : Secara bertahap
(step by step) tapi pasti, perubahan dilakukan. Jumlah penentang perubahan
berkurang dan jumlah pendukung bertambah. Untuk mencapainya, hasil-hasil
perubahan harus segera dirasakan.
c)
Refreezing : Jika kondisi yang
diinginkan telah tercapai, stabilkan melalui aturan-aturan baru, sistem
kompensasi baru, dan cara pengelolaan organisasi yang baru lainnya. Jika
berhasil maka jumlah penentang akan sangat berkurang, sedangkan jumlah
pendudung makin bertambah.
H.
Empat Sikap Dalam Manajemen Perubahan
Sikap Terhadap Perubahan
Terkait adanya kondisi yang menuntut kita memahami sebuah manajemen perubahan, ada empat sikap yang bisa dipilih terhadap kondisi ini. Empat sikap yang terkait dengan perubahan tersebut di antaranya adalah :
• Menjadi motor penggerak terhadap perubahan
Di sini, kita memiliki posisi di garda terdepan terhadap proses perubahan yang terjadi. Kita dituntut memiliki pengetahuan tentang konsep dan alasan perlunya sebuah perubahan harus dilakukan. Dengan demikian, kita bisa mempengaruhi serta meyakinkan pihak lain bahwa kondisi yang ada pada saat ini perlu diubah. Untuk berada pada posisi ini, diperlukan lebih dari sekadarkecerdasan, namun juga keberanian. Sebab, untuk menjadi pelopor perubahan biasanya akan berhadapan dengan sebuah tantangan dari pihak yang sudah nyaman dengan kondisi yang ada, sehingga enggan terhadap perubahan.
• Mendiamkan perubahan
Posisi ini merupakan posisi yang paling banyak dipilih oleh mereka yang ingin mengambil posisi aman terhadap kondisi yang ada. Mereka tidak berada di posisi sebagai pelopor perubahan, namun juga tidak menolak atas perubahan yang terjadi. Biasanya, orang-orang seperti ini tergolong sebagai kaum oportunis. Dimana ketika perubahan itu akan membawa keuntungan bagi mereka, maka perubahan itu akan mereka dukung. Sebaliknya jika mereka melihat perubahan itu tidak membawa keuntungan serta proses perubahan tersebut cenderung gagal, mereka memilih posisi aman dengan diam pada posisi yang ada pada saat ini.
• Melawan perubahan
Posisi ini biasanya dilakukan oleh pihak yang sudah merasa nyaman dan memiliki keuntungan atas sebuah kondisi yang ada. Sehingga, mereka akan berusaha menolak semua usaha yang bertujuan untuk menggantikan posisi yang sudah ada sebelumnya. Biasanya, penolakan ini dilakukan karena pertimbangan materi dan kedudukan.
• Berubah karena perubahan
Posisi diambil oleh mereka yang melihat bahwa perubahan yang terjadi membawa sebuah perbaikan. Sehingga mereka merasa perlu untuk mengikuti perubahan yang terjadi tersebut secara rasional, dan bukan atas dasar keinginan untuk mendapatkan keuntungan. Namun lebih pada kesadaran bahwa perubahan tersebut memang perlu dilakukan serta membawa ke arah kebaikan.
Sikap Terhadap Perubahan
Terkait adanya kondisi yang menuntut kita memahami sebuah manajemen perubahan, ada empat sikap yang bisa dipilih terhadap kondisi ini. Empat sikap yang terkait dengan perubahan tersebut di antaranya adalah :
• Menjadi motor penggerak terhadap perubahan
Di sini, kita memiliki posisi di garda terdepan terhadap proses perubahan yang terjadi. Kita dituntut memiliki pengetahuan tentang konsep dan alasan perlunya sebuah perubahan harus dilakukan. Dengan demikian, kita bisa mempengaruhi serta meyakinkan pihak lain bahwa kondisi yang ada pada saat ini perlu diubah. Untuk berada pada posisi ini, diperlukan lebih dari sekadarkecerdasan, namun juga keberanian. Sebab, untuk menjadi pelopor perubahan biasanya akan berhadapan dengan sebuah tantangan dari pihak yang sudah nyaman dengan kondisi yang ada, sehingga enggan terhadap perubahan.
• Mendiamkan perubahan
Posisi ini merupakan posisi yang paling banyak dipilih oleh mereka yang ingin mengambil posisi aman terhadap kondisi yang ada. Mereka tidak berada di posisi sebagai pelopor perubahan, namun juga tidak menolak atas perubahan yang terjadi. Biasanya, orang-orang seperti ini tergolong sebagai kaum oportunis. Dimana ketika perubahan itu akan membawa keuntungan bagi mereka, maka perubahan itu akan mereka dukung. Sebaliknya jika mereka melihat perubahan itu tidak membawa keuntungan serta proses perubahan tersebut cenderung gagal, mereka memilih posisi aman dengan diam pada posisi yang ada pada saat ini.
• Melawan perubahan
Posisi ini biasanya dilakukan oleh pihak yang sudah merasa nyaman dan memiliki keuntungan atas sebuah kondisi yang ada. Sehingga, mereka akan berusaha menolak semua usaha yang bertujuan untuk menggantikan posisi yang sudah ada sebelumnya. Biasanya, penolakan ini dilakukan karena pertimbangan materi dan kedudukan.
• Berubah karena perubahan
Posisi diambil oleh mereka yang melihat bahwa perubahan yang terjadi membawa sebuah perbaikan. Sehingga mereka merasa perlu untuk mengikuti perubahan yang terjadi tersebut secara rasional, dan bukan atas dasar keinginan untuk mendapatkan keuntungan. Namun lebih pada kesadaran bahwa perubahan tersebut memang perlu dilakukan serta membawa ke arah kebaikan.
I.
Mengapa perubahan perlu dimanajemen?
Tuntutan perubahan terjadi pada berbagai bidang kehidupan, termasuk perubahan pendidikan tinggi. Sumber utama pemicu perubahan pada dasarnya berasal faktor internal dan eksternal suatu organisasi. Secara rinci Drucker (1985) menyebutkan beberapa sumber pembaruan suatu organisasi dapat berasal dari : the unexpected, the incongruity, innovation based on process need, changes in industry structure or market structure, demographics, changes in perception mood and meening, and new knowledge. Dari sumber utama tuntutan pembaruan organisasi menurut Drucker tersebut, maka sumber perubahan lembaga pendidikan tinggi dapat berasal dari kondisi yang tidak diharapkan, munculnya ketidakwajaran, inovasi yang berdasarkan kebutuhan proses, perubahan struktur industri atau struktur pasar, demografi, perubahan persepsi, suasana dan makna serta pengetahuan baru.
Selain itu Menurut Hussey, faktor pendorong terjadinya perubahan adalah perubahan teknologi yang terus meningkat, persaingan semakin intensif dan menjadi lebih global, pelanggan semakin banyak tuntutan, profil demografis negara berubah, privatisasi bisnis milik masyarakat berlanjut danstakeholders minta lebih banyak nilai. Sedangkan Kreitner dan Kinicki, menyebutkan kebutuhan akan perubahan dipengaruhi oleh kekuatan eksternal yang mencakup demographics characteristics, technological advancements, market changes, social and political pressures dan kekuatan internal yang meliputi human resources problems/prospects, managerial behavior/decisions. Dari sumber terjadinya perubahan organisasi sebagaimana dikatakan oleh Drucker, tuntutan perubahan baik dari faktor internal dan ekesternal organisasi sebagaimana dikatakan oleh Kreitner dan Kinicki, dan dorongan perubahan yang diungkapkan oleh Hussey, maka mau tidak mau, suka atau tidak suka, maka lembaga pendidikan tinggi harus mengadakan perubahan sebagaimana dorongan dan tuntutan perubahan tersebut.
Dari penjelasan diatas dapat kita pahami mengapa perubahan itu perlu dimanajemen, yaitu sesuai pengertian manajemen itu sendiri yang dirumuskan oleh Jones adalah The Planning, organizing, leading and controlling of resources to achieve organizational goals effectively and efeciently. (Yaitu: perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan penggunaan sumber daya dalam rangka mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efesien).
Tuntutan perubahan terjadi pada berbagai bidang kehidupan, termasuk perubahan pendidikan tinggi. Sumber utama pemicu perubahan pada dasarnya berasal faktor internal dan eksternal suatu organisasi. Secara rinci Drucker (1985) menyebutkan beberapa sumber pembaruan suatu organisasi dapat berasal dari : the unexpected, the incongruity, innovation based on process need, changes in industry structure or market structure, demographics, changes in perception mood and meening, and new knowledge. Dari sumber utama tuntutan pembaruan organisasi menurut Drucker tersebut, maka sumber perubahan lembaga pendidikan tinggi dapat berasal dari kondisi yang tidak diharapkan, munculnya ketidakwajaran, inovasi yang berdasarkan kebutuhan proses, perubahan struktur industri atau struktur pasar, demografi, perubahan persepsi, suasana dan makna serta pengetahuan baru.
Selain itu Menurut Hussey, faktor pendorong terjadinya perubahan adalah perubahan teknologi yang terus meningkat, persaingan semakin intensif dan menjadi lebih global, pelanggan semakin banyak tuntutan, profil demografis negara berubah, privatisasi bisnis milik masyarakat berlanjut danstakeholders minta lebih banyak nilai. Sedangkan Kreitner dan Kinicki, menyebutkan kebutuhan akan perubahan dipengaruhi oleh kekuatan eksternal yang mencakup demographics characteristics, technological advancements, market changes, social and political pressures dan kekuatan internal yang meliputi human resources problems/prospects, managerial behavior/decisions. Dari sumber terjadinya perubahan organisasi sebagaimana dikatakan oleh Drucker, tuntutan perubahan baik dari faktor internal dan ekesternal organisasi sebagaimana dikatakan oleh Kreitner dan Kinicki, dan dorongan perubahan yang diungkapkan oleh Hussey, maka mau tidak mau, suka atau tidak suka, maka lembaga pendidikan tinggi harus mengadakan perubahan sebagaimana dorongan dan tuntutan perubahan tersebut.
Dari penjelasan diatas dapat kita pahami mengapa perubahan itu perlu dimanajemen, yaitu sesuai pengertian manajemen itu sendiri yang dirumuskan oleh Jones adalah The Planning, organizing, leading and controlling of resources to achieve organizational goals effectively and efeciently. (Yaitu: perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan penggunaan sumber daya dalam rangka mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efesien).
Sumber:

0 komentar:
Posting Komentar