Sabtu, 14 Desember 2013

Supervisi




A.  Pengertian Supervisi

Secara morfologis, Supervisi berasal dari dua kata bahasa Inggris, yaitu super dan vision. Super berarti diatas dan vision berarti melihat, masih serumpun dengan inspeksi, pemeriksaan dan pengawasan, dan penilikan, dalam arti kegiatan yang dilakukan oleh atasan – orang yang berposisi diatas, pimpinan –terhadap hal-hal yang ada dibawahnya. Supervisi juga merupakan kegiatan pengawasan tetapi sifatnya lebih human, manusiawi.
maka kegiatan supervisi menaruh perhatian utama pada peningkatan kemampuan guru, yang pada gilirannya akan meningkatkan mutu proses belajar mengajar.


B.  Prinsip-prinsip Supervisi

1. Ilmiah (scientific) berarti:
a. Sistematis, berarti dilaksanakan secara teratur ,berencana dan berkelanjutan.
b. Objektif, artinya data yang didapat berdasarkan hasil observasi nyata. Kegiatan-kegiatan perbaikan atau pengembangan berdasarkan hasil kajian kebutuhan-kebutuhan guru atau kekurangan-kekurangan guru, bukan berdasarkan tafsiran pribadi.
c. Menggunakan alat (instrumen) yang dapat memberikan inforasi sebagai umpan balik untuk mengadakan penilaian terhadap proses belajar mengajar.
2. Demokratis, artinya menjunjung tinggi azas musyawarah, memiliki jiwa kekeluargaan yang kuat serta sanggup menerima pendapat orang lain.
3. Kooperatif, maksudnya kerjasama seluruh staf dalam kegiatan pengumpulan data, analisa data serta perbaikan serta pengembangan proses belajar mengajar hendaknya dilakukan dengan cara kerjasama seluruh staf sekolah.
4. Konstruktif dan kreatif. Membina inisiatif guru dan mendorong guru untuk aktif menciptakan suasana dimana tiap orang merasa aman dan bebas mengembangkan potensi-potensinya. Supervisor perlu menyesuaikan diri dengan prinsip-prinsip tersebut diatas.


C.  Fungsi-fungsi utama supervisi pendidikan

1) Menyelenggarakan inspeksi
2) Penelitian Hasil Inspeksi berupa Data
3) Penilaian
4) Latihan
5) Pembinaan

Langkah-langkah yang dapat ditempuh dalam melaksanakan supervisi sekurang-kurangnya adalah :

  • Menemukan masalah yang ada pada situasi belajar mengajar
  • Mencoba mencari pemecahan yang diperkirakan efektif
  • Menyusun program perbaikan
  • Mencoba cara baru, dan
  • Merumuskan pola perbaikan yang ada standar untuk pemakaian yang lebih luas.



D.  Tujuan Supervisi Pendidikan

1) Membina kepala sekolah dan guru-guru untuk lebih memahami tujuan pendidikan yang sebenarnya dan peranan sekolah mencapai tujuan tsb.
2) Memperbesar kesanggupan kepala sekolah dan guru-guru untuk mempersiapkan peserta didiknya menjadi anggota masyarakat yang efektif.
3) Membantu kepala sekolah dan guru mengadakan diagnosis secara kritis terhadap aktivitas-aktivitasnya dan kesulitan belajar mengajar, serta menolong mereka merencanakan perbaikan-perbaikan.
4) Meningkatkan kesadaran kepala sekolah dan guru-guru serta warga sekolah lainnya terhadap tata kerja yang demokratis dan kooperatif , serta memperbesar kesediaan untuk tolong-menolong.
5) Memperbesar ambis guru-guru untuk meningkatkan mutu layanannya secara maksimal dalam bidang profesinya(keahlian) meningkatkan ‘achievement motive’.
6) Membantu pimpinan sekolah untuk mempopulerkan sekolah pada masyarakat dalam mengembangkan program-program pendidikan.
7) Membantu kepala sekolah dan guru-guru untuk dapat mengevaluasi aktivitasnya dalam konteks tujuan-tujuan aktivitas perkembangan peserta didik, dan
8) Mengembangkan ‘esprit de corps’, guru-guru yaitu adanya rasa kesatuan dan persatuan(kolegialitas) antar guru-guru.


E.   Manfaat Supervisi Pendidikan

a. Membangkitkan dan mendorong semangat guru dan pegawai administrasi sekolah lainnya untuk menjalankan tugas sebaik-baiknya.
b. Agar guru serta pegawai administrasi lainnya berusaha melengkapi kekurangan-kekurangannya dalam penyelenggaraan pendidikan termasuk bermacam-macam media intruksional yang diperlukan bagi kelancaran jalannya proses belajar mengajar yang baik.
c. Bersama-sama berusaha mengembangkan, mencari dan menggunakan metode-metode baru dalam kemajuan proses belajar mengajar yang baik.
d. Membina kerja sama yang harmonis antara guru, murid dan pegawai sekolah, misalnya dengan mengadakan seminar, workshop, inservice ataupun training.



F.   Teknik-teknik Supervisi Pendidikan

Beberapa teknik supervisi yang dapat digunakan supervisor pendidikan antara lain:
a) Kunjungan kelas secara berencana
b) Pertemuan pribadi antar supervisor dengan guru
c) Rapat antara supervisor dengan para guru di sekolah.
d) Kunjungan antar kelas atau antar sekolah
e) Pertemuan-pertemuan di kelompok kerja pemilik, kelompok kerja kepala sekolah serta pertemuan kelompok kerja guru, pusat kegiatan guru dan sebagainya.


G.  Sifat-sifat supervisor

Sifat yang berhubungan dengan kepribadian
1.      Memperhatikan perbuatan nyata dalam segala hal
2.      Bertindak sesuai dengan waktu dan tempatnya dengan senang hati
3.      Keterbukaan, tidak menyembunyikan sesuatu yang dirahasiakan
4.      Tidak kehabisan inisiatif, penuh prakarsa
5.      Tekun dan ulet dalam mengerjakan pekerjaan
6.      Mempunyai daya tahan psikis yang tinggi dan tidak cepat putus asa.

Sifat yang berhubungan dengan profesi
Sifat-sifat ini dikemukakan oleh edgar H Schein (1972: 8-9) sebagai berikut :
1. Seorang profesional harus bekerja full time di bidang profesinya dan sebagai sumber penghidupan. Secara implisit mengandung pengertian bahwa seorang profesional tidak boleh bekerja lebih banyak diluar dan menomer duakan tugasnya.
2. Seorang profesional memiliki motivasi yang kuat untuk bekerja dalam bidangnya, yang merupakan dasar bagi pilihan jabatan tersebut, sehingga jabatan tersebut akan dikerjakan dengan sepenuh hati.
3. Memiliki suatu pengetahuan khusus dan keterampila yang di perolehnya dari pendidikan yang cukup lama.
4. Membuat keputusan-keputusan dalam tindakannya demi kepentingan klien,bukan harus bekerja tanpa pamrih.
5. Pelayanan atas dasar kebutuhan yang objektif dari klien, tidak boleh ada motif-motif lain yang tersembunyi didalamnya. Keduanya klien dan perugs profesional harus jujur dan terbuka, dan harus dapat menciptakan hubungan akrab demi kemajuan klien.

Sifat-sifat supervisor yang dikehendaki “survisee” menurut pendapat dan harapan supervisi pada umumnya, supervisor hendaknya :
1. Mempunyai perhatian terhadap segala kegiatan disekolah
2. Bersikap simpati da mempunyai perhatian terhadap murid
3. Mempunyai sikap terbuka, yang tidak aprioro dari menolak pendapat orang lain.
4. Mempunyai daya humor dan tidak cepat tersinggung
5. Percaya pada diri sendiri (self confidence) sehingga dapat menimbulkan kepercayaan dan keteangan pada supervisee.

Supervisor yang demokratis, semua pihak berharap
Supervisor yang demokratis diharapkan selalu berusaha secara kotinu menjalin pertalian kesatuan yang optimal diantara guru-guru


H.  Jenis-jenis supervise

supervisi kelompok
            Mengajar secara kelompok (team teaching) merupakan langkah awal dalam supervisi kelompok. Dalam pengajaran seperti ini, beberapa orang guru akan mengajarkan suatu bidang studi bersama masing-masing guru memberikan satu aspek tertentu dari bidang studi itu kepada para murid. Sehngga bidang studi itu dengan seluruh aspeknya bisa diterima dengan relatif sempurna oleh murid-murid. Sebab masing-masing aspek diberikan oleh guru yang ahli dalam aspek itu (made pidarta, 1992: 245)

Supervisi klinis
Adheson & Gall menyatakan bahwa supervisi klins ialah proses membina guru untuk memperkecil juragan antara perilaku mengajar nyata dengan prilaku mengajr seharusnya atau yang ideal (Tim Dosen,1989). Sementara itu Lucio (1979: 20) membatasi maksud supervisi klinis hanya untuk menolong guru-guru agar mengerti inovasi dan mengubah preforma mereka agar cocok dengan inovasi itu.Sama halnya dengan mendiagnosis orang sakit, maka guru pun dapat didiagnosis dalam proses belajar mengajar, untuk menentukan aspek-aspek mana yang membuat guru itu tidak dapat mengajar dengan baik. Kemudian aspek itu satu persatu di perhatikan secara intensif. Jadi supervisi klinis itu merupakan satu model supervisi untuk menyelesaikan masalah tertentu yang sudah diketahui sebelumnya.


I.      Implementasi di Lapangan

            Implementasi dilapangan banyak ditemukan maslah-masalah yang masih menghambat terlaksanakannya supervisi, diantaranya:
1. sistem kerja sentralisasi yang masih melekat. Guru perlu pembiasaan budaya kerja baru sesuai semangat otonomi pendidikan dan otonomi daerah yang menuntut kreatifitas dan kerja keras. Kebiasaan lama dalam bekerja harus sudah ditinggalkan.
2. Persaingan mutu sekolah semakin terasa berat. Pembinaan pembelajaran harus diakukan semakin serius dan sungguh-sungguh.
3. Masih adanya mental anak emas untuk guru yang dinilai dan baik.
4. Tuntutan akuntabilitas penyelenggaraan sekolah dari masyarakat yang semakin tinggi, menyebabkan kesibukan dalam menangani urusan administrasi, terutama menghadapi pemeriksaan pembukuan, LSM dan Pers
5. Transparasi manajemen sekolah yang sering terjadi benturan kebijakan dengan komite sekolah, menyebabkan kesulitan bergerak untuk kelancaran tugas-tugas rutin.
6. Transparasi pengelolaan keuangan sekolah yang pembukuan dan bukti-buktinya menyita banyak waktu.

Usaha untuk kelancaran dan keberhasilan pemecahan permasalahan yang ditempuh dalam ditempuh dalam kegiatan supervisi oleh kepala sekolah adalah sebagai berikut:
1. Penyamaan visi dan misi
2. Pengelolaan supervisi yang baik
3. Pelibatan guru secara individual dalam pelaksanaan supervisiPelibatan organisasi guru, seperti PKG, KKG, dan KKKS untuk mengukur keberhasiln guru dalam pembelajaran dan sebagai tempat sharring

                                                                                                                      

Sumber:
Sutarsih, cicih. 2011, Manajemen Pendidikan, Bandung: Alfabeta.
Mukhtar, 2013, Orientasi Baru Supervisi Pendidikan, Jakarta: Referensi.

Minggu, 08 Desember 2013

Evaluasi

 


          A.  Pengertian Evaluasi

Evaluasi merupakan bagian dari kegiatan kehidupan manusia sehari-hari. Disadari atau tidak, orang sering melakukan evaluasi, baik terhadap dirinya sendiri, terhadap lingkungan sosialnya, atau lingkungan fisiknya. Evaluasi atau penilaian berarti usaha untuk mengetahui sejauh mana perubahan itu telah terjadi melalui kegiatan belajar mengajar.
          Menurut Roestiyah N.K. dkk. dalam bukunya “Masalah-Masalah Ilmu Keguruan” menyebutkan empat pengertian evaluasi menurut deskripsinya.
1. Evaluasi adalah proses memahami atau member arti, mendapatkan dan mengkomunikasikan suatu informasi bagi petunjuk pihak-pihak pengambil keputusan.
2. Evaluasi adalah kegiatan mengumpulkan data seluas-luasnya, sedalam-dalamnya yang bersangkutan dengan kapabilitas siswa guna mengetahui sebab-akibat dan hasil belajar siswa yang dapat mendorong dan mengembangkan kemampuan belajar.
3. Dalam rangka pengembangan sistem instruksional, evaluasi merupakan suatu kegiatan untuk menilai seberapa jauh program telah berjalan seperti yang telah direncanakan.
4. Evaluasi adalah suatu alat untuk menentukan apakah tujuan pendidikan dan apakah proses dalam pengembangan ilmu telah berada dijalan yang diharapkan.
Evaluasi yang teliti akan membawa pengajaran yang efektif.


          B.  Tujuan Evaluasi

1.     Tujuan Umum
  • memperoleh data pembuktian yang akan menjadi petunjuk tingkat kemampuan dan keberhasilan peserta didik dalam pencapaian berbagai tujuan kurikuler setelah menempuh proses pembelajaran dalam jangka waktu yang telah ditentukan.
  • untuk mengetahui tingkat efektivitas dari berbagai metode pembelajaran yang telah digunakan dalam proses pembelajaran.

2.     Tujuan khusus
  •  merangsang kegiatan peserta didik dalam menempuh program pendidikan.
  • mencari dan menumukan berbagai faktor penyebab keberhasilan maupun ketidakberhasilan peserta didik dalam mengikuti program pendidikan, sehingga dapat menemukan jalam keluar.

Menurut Dr. Basrowi (2012), tujuan evaluasi pada dasarkan digolongkan ke dalam empat kategori berikut:
1. Memberikan umpan balik terhadap proses belajar mengajar dan mengadakan program perbaikan (remedial) bagi siswa,
2. Menentukan angka kemajuan masing-masing siswa yang antara lain dipakai sebagai pemberian laporan kepada orang tua,
3. Penetuan kenaikan tingkat atau status dan lulus tidaknya, serta
4. Menempatkan siswa dalam situasi belajar mengajar yang tepat, misalnya dalam penentuan program studi atau jurusan dengan tingkat kemampuan dan karakteristik lain.


      C.  Fungsi Evaluasi

Tiga macam fungsi pokok evaluasi, yaitu:
  •  mengukur kemajuan,
  • menunjang penyusunan rencana, dan
  • memperbaiki atau melakukan penyempurnaan kembali.

evaluasi pendidikan itu setidak-tidaknya memiliki lima macam fungsi, yaitu:
1. Memberikan landasan untuk menilai hasil usaha (prestasi) yang telah dicapai oleh peserta didiknya.
2. Memberikan informasi yang sangat berguna untuk mengetahui posisi masing-masing peserta didik di tengah-tengah kelompoknya.
3. Memberikan bahan yang penting untuk memilih, kemudian menetapkan status peserta didik.
4. Memberikan pedoman untuk mencari dan menemukan jalan keluar bagi peserta didik yang memerlukannya.
5. Memberikan petunjuk tentang seberapa jauh program pengajaran yang telah ditentukan dicapai.

Sedangkan secara administrative, evaluasi pendidikan memiliki tiga
macam fungsi, yaitu:
1.                 Memberikan laporan
2.                 Memberikan berbagai bahan keterangan (data)
3.                 Memberikan gambaran

Menurut Wina Sanjaya dalam buku Perencanaan dan Desain Sistem
Pembelajaran, beberapa fungsi evaluasi adalah sebagai berikut:
1. Sebagai umpan balik bagi siswa
2. Untuk mengetahui proses ketercapaian siswa dalam menguasai tujuan yang telah ditentukan
3.  Memberikan informasi untuk mengembangkan program kurikulum
4. Digunakan oleh siswa untuk mengambil keputusan secara individual, khususnya dalam menentukan masa depan sehubungan dengan pemilihan bidang pekerjaan
5. Menentukan kejelasan tujuan khusus yang ingin dicapai oleh para pengembang kurikulum
6. Umpan balik untuk semua pihak yang berkepentingan dengan pendidikan di sekolah

Demikianlah beberapa fungsi penting evaluasi dalam bidang pendidikan. Berdasarkan fungsi-fungsi tersebut, dapat diketahui bahwa kedudukan evaluasi dalam pendidikan sangat penting karena turut menunjang kesuksesan dalam proses belajar mengajar.


     D.  Syarat-Syarat Evaluasi

8 syarat evaluasi ialah:
1.                 Sahih (valid)
Evaluasi dikatakan valid apabila mengukur apa yang sebenernya diukur. Apabila yang diukur adalah sikap, tetapi evaluasi mengukur pengetahuan, maka evaluasi tersebut disebut tidak valid. Kesahihan evaluasi biasanya diukur dalam prosentasi atau dalam derajat tertentu dengan alat ukur tertentu.
2.                 Terandalkan (reliable)
Evaluasi dikatakan terandalkan jika alat evaluasi yang sama dilakukan terhadap kelompok siswa yang sama beberapa kali dalam waktu yang berbeda-beda atau situais yang berbeda-beda, akan memberikan hasil yang sama.
3.                 Obyektif
Evaluasi dikatak obyektif jika tidak mendapat pengaruh subyektif dari pihak penilai.
4.                 Seimbang
Keseimbangan ini meliputi keseimbangan bahan, keseimbangan kesukaran dan keseimbangan tujuan. Bahan harus seimbang diantara berbagai pokok bahasan. Keseimbangan dalam kesukaran artinya antara yang mudah, sedang dan sukar harus dalam proporsi tertentu. Keseimbangan tujuan adalah keseimbangan dalam berbagai matra dalam kawasan tertentu, antara pengetahuan pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi dalam kawasan matra kognitif yang harus disusun dalam proporsi tertentu.
5.                 Membedakan
Suatu evaluasi harus dapat membedakan (discriminiable) prestase individual di antara sekelompok siswa. Evaluasi harus dapat membedakan siswa yang sangat berhasil, cukup berhasil, kurang berhasil, gagal dan sebagainya.
6.                 Norma
Evaluasi yang baik, hasilnya harus mudah ditafsirkan. Hal ini menyangkut tentang adanya ukuran atau norma tertentu untuk menafsirkan hasil evaluasi dari setiap siswa.
7.                 Fair
Evaluasi yang fair mengemukakan persoalan-persoalan dengan wajar, tidak bersifat jebakan, dan tidak mengandung kata-kata yang bersifat menjebak. Di samping itu erdapat keadilan untuk siswa yang dievaluasi.
8.                 Praktis
Baik ditinjau dari segi pembiayaan maupun dari segi pelaksaannya, evaluasi harus efisien dan mudah dilaksanakan.

Kedelapan syarat tersebut perlu dimilki oleh suatu evaluasi yang baik walaupun dalam derajat yang berbeda-beda.


     E.   Prinsip-Prinsip Evaluasi

Prinsip diperlukan sebagai pemadu dalam kegiatan evaluasi. Dengan demikian tidak hanya diutamakan prosedur dan teknik penilaian saja, tetapi prosedur dan teknik itu harus dilakukan dalam paduan prinsip itu, prinsip-prinsip tersebut diuraikan berikut ini.
1.                 Prinsip keterpaduan
Evaluasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari dan di dalam program pengajaran. Evaluasi adalah satu komponen dalam program yang saling berinteraksi dengan komponen-komponen lainnya. Perencanaan evaluasi harus dilakukan bersamaan dengan perencanaan satuan program pengajaran. Banyak terjadi bahan evaluasi direncanakan dan dilaksanakan beberapa lama setelah program pengajaran selesai dilaksanakan, sehingga evaluasi dilakukan bukan terhadap apa yang telah dilakukan. Hal ini tidak sesuai dengan prinsip Pendidikan Berdasarkan Kompetensi.

2.                 Prinsip Cara Belajar Siswa (CBSA)
Hakikat dari CBSA ialah keterlibatan siswa secara mental, antusias dan asyik dalam kegiatan belajar-mengajar. Demikian pula halnya dengan evaluasi, evaluasi menuntut keterlibatan yang demikian dari siswa. Siswa seharusnya tidak merasakan evaluasi sebagai sesuatu yang menekan dan cenderung untuk dihindari, karena jika demikian hal ini menunjukan bahwa prinsip ini tidak terdapat dalam evaluasi.
Evaluasi merupakan puncak dari kegiatan belajar-mengajar. Pada dasarnya, siswa sendirilah yang ingin mengukur kemampuan melalui evaluasi, guru hanya berfungsi untuk membantunya. Sebagai puncak kegiatan, evaluasi mempunyai nilai kepuasaan tertentu bagi siswa dan evaluasi harus mampu memberi kepuasaan tersebut kepada siwa.

3.                 Prinsip Kontinuitas
Pada dasrnya evaluasi berlangsung selama proses kegiatan belajar-mengajar berjalan. Evaluasi tidak hanya terdapat pada awal/pada akhir pengjaran saja, tetapi juga selama proses belajar-mengajar berlangsung, misalnya dalam bentuk pengamatan, tanya jawab, atau dialog. Hal ini dilakukan dalam rangka pemantapan program. Di sinilah letak fungsi formatif dari evaluasi yang tidak hanya ada pada akhir tetapi selama program berjalan.

4.                 Prinsip Koherensi
Sebagai akibat dari prinsip keterpaduan, maka evaluasi harus konsisten dengan kemampuan yang didukung oleh tujuan pengajaran. Sering terjadi, kemampuan yang didukung oleh tujuan ialah sikap (afektif) tetapi evaluasi ditujukan kepada pengetahuan. Evaluasi harus pula mempunyai kohorensi dengan program pengajaran, artinya evaluasi harus benar-benar hasil yang diperoleh dari kegiatan belajar-mengajar, baik kegiatan tatap muka maupun kegiatan terstruktur.

5.                 Prinsip Diskriminalitas
Dari psikologi diketahui bahwa setiap individu mempunyai perbedaan engan individu lain. Individu adalah suatu person yang unik. Bahkan walaupun dua individu mempunyai pendapat yang sama, tetapi jalan pikiran untuk sampai pada pendapat yang sama itu tidaklah sama. Sesuai dengan hakikat individu ini, evaluasi harus pula mampu menunjukan perbedaan di kalangan siswa secara individual. Apabila satu kelas mempunyai skor yang sama, maka evaluasi tersebut perlu dipertanyakan.

6.                 Prinsip Keseluruhan
Perubahan tingkah lau yang sudah ditetapkan sebagai tujuan yang hendak dicapai bersifat utuh. Karena itu evaluasi yang akan dilakukan hendaknya bersifat utuh pula, yaitu meliputi seluruh segi tujuan pendidikan.
Hal ini mengandung pengertian bahwa evaluasi ditujukn tidak hanya paa sesudah akhir proses pengajaran, tetapi juga selama proses belajar-mengajar sedang berlangsung, misalnya peran serta, kreatifitas dan cara-cara penyampaian ide-ide siswa baik di dalam maupun di luar proses belajar-mengajar.

7.                 Prinsip Pedagogis
Seluruh kegiatan evaluasi haruslah diketahui dan dirasakan oleh siswa tidak hanya sebagai rekaman hasil belajarnya saja, melainkan juga sebagai upaya perbaikan dan peningkatan perilaku dan sikapnya itu, sehingga hasil evaluasi harus dinyatakan dan dapat dirasakan sebagai penghargaan bagi yang berhasil dan sebaliknya merupakan “hukuman” (bagi yang belum berhasil) yang menantang untuk belajar lebih giat/baik. Dengan demikian evaluasi akan ikut membentuk perilaku dan sikap positif.

8.                 Prinsip Akuntabilitas
Accountability adalah salah satu ciri dari pendidikan berdasar kompetensi. Pada akhirnya pendidikan dan pengajaran harus dapat dipertanggungjawabkan kepada lembaga pendidikan itu sendiri, kepada masyarakat pemakai tenaga lulusan, dan kepadda kelompok profesional. Pertanggungjawaban terhadap ketiga kelompok ini merupakan hal yang harus dipertimbangkan dalam evaluasi. Dengan kata lain, melalui evaluasi kita mempertanggungjawabkan hasil pendidikan yang kita selenggarakan kepada ketiga pihak tersebut. Akreditas terhadap sekolah termasuk dalam pertanggungjawban tersebut.


     F.   Pendekatan Evaluasi

Dalam menentukan hasil evaluasi dapat dipergunakan tiga pendekatan sesuai dengan keperluannya, yaitu ukuran mutlak, ukuran relatif, dan ukuran performance.
1.                 Penilaian dengan Ukuran Mutlak
Dalam pendekatan ini, guru terlebih dahulu menentukan kriteria keberhasilan siswa secara mutlak. Misalnya seorang siswa dikatakan berhasil baik, apabila dia dapat mengerjakan semua soal penilaian dengan benar. Pada umumnya, pendekatan ini digunakan dalam penilaian formatif, karena dengan pendektan ini diantaranya guru dapat mengetahui tingkat penguasaan setiap siswa dalam mempelajari suatu satuan pelajaran. Penilaian ini dapat digunnakan pula dalam penilaian sumatif, apabila program pengajaran yang dinilai itu merupakan program minimal yang harus dikuasai.

2.                 Penilaian dengan Ukuran Relatif
Dalam penilaian dengan pendekatan ini, kriteria keberhasilan tidak ditetapkan sebelumnya, tetapi bergantung kepada keberhasilan umum dalam kelompok siswa yang sedang dinilai. Jadi, keberhasilan ditentukan oleh gambaran umum dari kelompok yang bersangkutan. Dengan perkataan lain keberhasilan itu ditentukan oleh rata-rata keberhasilan kelompok. Pendekatan penilaian dengan ukuran relatif ini, biasanya digunakan dalam penilaian sumatif, terutama dalam memberikaan nilai akhir, atau mengelompokan siswa dalam kelompok kerja dimana dibutuhkan kelompok dengan kemampuan yang homogen dalam bidang pengajaran tertentu, dalam seleksi, atau dalam memberikan keputusan, apakah siswa lulus atau tidak lulus, naik atau tidak naik.

3.                 Penilaian dengan Ukuran Self Performance
Pendekatan ini didasarkan pada performance yang dilakukan sebelumnya. Guru mengambil keputusan lulus tanpa memperhatikan ukuran mutlak hasil pencapaian, dan juga tidak melihat prestasi hasil rata-rata kelompoknya. Jadi pendekatan ini melihat kemajuan (keberhasilan) yang dicapai. Dalam pendekatan ini, perlu diperhatikan tiga tahap status yaitu: status siswa sebelum mengikuti pengajaran, status potensi siswa pada masa yang akan datang.


Sumber:
Stiava Rizema, 2012, Desain Evaluasi Belajar Berbasis Kinerja, Jogjakarta:
Diva Press.
Slameto, 1988, Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bina Aksara.


 

Pengantar Manajemen Pendidikan Copyright © 2009 Cookiez is Designed by Ipietoon for Free Blogger Template